
![]() |
aiklah!” teriak seorang cowok didepan gerbang sekolah. Namanya Fahreza. Dia tipe cowok yang sangat ambisius dan bersemangat untuk mencapai apa yang ia inginkan. Dan yang menjadi pikirannya saat ini…
“Aku akan berusaha! Kelas 2 SMP yang penuh perjuangan! Biar Matematika dapet nilai 9 terbalik atau Fisika jebol, aku bersyukur bisa naik kelas!!” katanya lagi. “Walau sebenarnya ini udah dua bulan berlalu.”
“Hai Fahreza, kamu ngapain?”
Fahreza menoleh. Suara ini, sangat dikenalnya. Suara cewek.
“Kok teriak-teriak sendiri? Ada apa? Kamu mengigau, ya?” tanya Anisa geli, dia tersenyum. Anisa manis banget, rambutnya pendek setelinga tapi lurus dan dia langsing juga lumayan tinggi. Tapi lebih tinggi Fahreza.
“Eh, a-aku... nggak... nggak apa-apa…” kata Fahreza gugup sendiri. “Aku.. aku...”
“Kalau begitu, aku duluan ya,” kata Anisa sambil melangkah.
“EH! Nisa! Tungguin, dong!” cegah Fahreza. Anisa ketawa, “Cuma bercanda, kok.”
Fahreza memang menyukai Anisa, apalagi Anisa teman sekelasnya. Fahreza merasa sangat beruntung. Sayangnya nggak sebangku.
“Aku mau ‘nembak’ Anisa, tapi gimana caranya!” pikir Fahreza. “Malu banget kan kalau Anisa nembak aku, dan aku bukan tipe-nya dia!”
“Fahreza kenapa? Kok ribut-ribut sendiri?” tanya Anisa heran.
* * *
“Cara ngomong ke cewek yang menegaskan kalau kamu itu cowok cool?” tanya Rifki, teman sekelas Fahreza yang sangat populer di kalangan cewek-cewek. Sampe kakak kelas saja suka.
“Iya, kamu kan cowok populer. Tolong, dong!” pinta Fahreza.
“Ya, kamu cukup ngomong begini aja kalau didekatin cewek dan diajakin sesuatu…” kata Rifki. “Belagak cuek, bersikap dingin. Pasti lebih paten.”
“Ooooh, makasih!” Fahreza gembira.
Fahreza pun duduk di kursinya dengan belagak cool.
“Fahreza!” panggil Anisa. Fahreza belagak cuek, “Ada apa?”
:”Pulangan nanti, mau makan sama aku nggak di McDonald? Aku yang traktir, lho,” kata Anisa.
“Berisik, ah!” Fahreza berlagak dingin.
Anisa terdiam. Fahreza mikir, ntar lagi pasti Anisa bilang, “Kyaaa, Fahreza ternyata cool banget!”
Nggak disangka, Anisa malah menjauh dan ngomong ke sahabatnya, Fatimah, “Ima, pulang nanti mau makan sama aku nggak?”
“EEEH? Nisa, tunggu!” cegah Fahreza. Telat, Anisa udah jauh duluan.
Fahreza langsung ngutangin si Rifki, “AAAAAH, belagak sok amat sih kamu! Liat dong jadinya, Anisa malah jauh dari akuuuu!”
“Oh, begitu. Habisnya kan kamu nanya jadi orang yang cool,” kata Rifki.
“Tapi jangan sok cuek gitu juga kali!” bantah Fahreza.
* * *
“Eh?” tanya Ima. “Kamu ingin aku menanyakan cowok yang menjadi tipe kesukaan Anisa?”
“Iya!” jawab Fahreza. “Tolong, Im! Cuma kamu yang bisa! Please!!”
“Boleh-boleh saja,” kata Ima.
“Yes!” kata Fahreza.
“Tapi, sebagai gantinya...” kata Ima. Tiba-tiba, dia mengubah nada bicaranya menjadi serem “Beritahu aku jawaban ulangan Matematika besok, traktir aku seharian, beliin aku IpoD Nano dan kamu juga harus memberiku satu set alat tulis yang lagi beken sekarang....”
“Iya, iya...” Fahreza mikir, “Anisa, lain kali pilih temen yang baek-baek, dong...”
Akhirnya, Ima menemui Anisa di depan pintu kelas, “Eh, Nis. Ngomong-ngomong, tipe cowok yang kamu sukai itu kayak apa, sih?”
“Eh?” tanya Anisa. “Kenapa tiba-tiba kamu nanya begitu?”
“Ah… nggak apa-apa, aku hanya ingin tau saja. Ayo dong, kasih tau aku,” pinta Ima.
“Yah...” kata Anisa. “Kalau boleh jujur, sih...”
Tanpa Anisa tau, Fahreza mengintip dari balik pintu kelas.
“Mungkin... orang asing, ya...” sambung Anisa.
“Maksudmu, orang bule?” tanya Ima.
“Iya… Abisnya orang bule itu kan cakep-cakep…” jawab Anisa malu-malu kucing.
BZZZZT, rasanya kepala Fahreza kayak ada yang nyetrumin. Sakiiit banget rasanya, seperti ditolak Anisa secara langsung.
“TIDAAAAAKKK!” teriak Fahreza dalam hati. “Bagaimana mungkin aku bisa menjadi cowok bule untuk ngedapetin Anisa? Ini sih, artinya aku sudah gagal!!”
Pulangnya, Fahreza menyendiri di semak-semak halaman sekolah. Fahreza sedih banget.
“Fahreza, kamu ngapain disitu? Nanti kenyamukan, lho,” tegur Anisa.
“Biarkan aku sendiri, aku ingin sendiri!” kata Fahreza patah hati berat.
“Ayolah, kamu ini kenapa, sih?” tanya Anisa sambil memegang tangan Fahreza dan membantunya berdiri. Fahreza sangat kaget, Anisa memang baik hati.
“Ayo, kita makan di McDonald!” kata Anisa. “Aku yang traktir!”
“Yah, kalau begini…” pikir Fahreza. “Juga nggak apa-apa, deh. Yang penting bisa dekat dengan Anisa.” gambar 1. Naruto in Fairly OddParents
Tidak ada komentar:
Posting Komentar